Sejarah Perkembangan Hijab dari Bangsa Kuno Hingga Pasca Islam
Sejarah Perkembangan Hijab Bangsa Kuno Selain Arab Jahiliah - Hijab telah dikenal oleh berbagai bangsa dan masyarakat Timur kuno sejak dahulu. Bentuk hijab yang dikenal oleh bangsa- bangsa tersebut sangat beragam. Hijab yang dikenal oleh wanita Yunani kuno berbeda dengan hijab yang dipakai oleh wanita Romawi dan Arab Jahiliah.
Menurut Eipstein konsep hijab dalam arti menutup kepala sudah di kenal
sebelum datangnya agama-agama samawi (Yahudi, Nasrani dan Islam).
Tradisi penggunaan kerudung yang merupakan bagian dari hijab, sudah
dikenal dalam hukum kekeluargaan Asyiria. Hukum ini mengatur
bahwa istri, anak perempuan, janda, bila bepergian ke tempat umum harus
menggunakan kerudung. Bahkan lebih jauh lagi ketika Adam dan hawa di
turunkan ke bumi maka persoalan pertama yang dialami ialah bagaimana
menutup kemaluan (aurat) (QS Thoha:121) (baca: pandangan ulama tentang hijab).
Adanya perhatian agama-agama samawi terhadap hijab dapat di ketahui
dalam Taurat-perjanjian lama yang di penuhi oleh ayat- ayat yang
berkenaan dengan hijab, kemudian di tetapkan oleh Isa Al-Masih
manakala ia datang membawa injil-perjanjian baru. Banyak
sekali ayat-ayat taurat dan injil yang menetapkan bahwa wanita
pada zaman itu harus memakai hijab dan cadar.
Dalam hijab, Injil pasal kejadian, ayat 65, bagian 24
disebutkan : “Ia berkata kepada hamba-Nya : Siapa laki-laki yang
berjalan menuju taman berjalan menuju kita? ‘Hamba itu
menjawab : “Dia adalah tuanku.maka Maryam mengambil tudung dan
menutup dirinya”. “Maha Ishaq memasukkan Maryam kepada khaba’. milik
ibunya, kemudian ia memuliakannya.dan akhirnya wanita itu menjadi istri
yang di cintainya.
Hijab merupakan tradisi bagi Yunani dan Romawi sebelum datangnya Islam
beratus-ratus tahun sebelumnya. Hijab memiliki peran yang penting
dalam masyarakat Yunani, peradaban Yunani dapat hidup betahan
lebih lama selama wanitanya masih mempertahankan tudung dan
hijabnya. Akan tetapi akhirnya peradaban yang maju itu mengalami
kemerosotan dan kemunduran karena wanitanya dibiarkan bebas
mutlak untuk melepaskan hijabnya dan mereka boleh
mengerjakan apa saja, termasuk pekerjaan-pekerjaan yang
seharusnya dikerjakan oleh kaum laki- laki, demi kebebasan.
Al-Allamah Larus mengungkapkan pendapatnya tentang pentingnya hijab:
“Dahulu para wanita mengenakan kerudung bila hendak keluar. Mereka
menutupi wajah-wajah mereka. Dan kain penutup wajah itu kni terbuat
dari kain tenun tipis yang dipakai untuk melindungi wajah mereka dari
debu dan embun. Manakala, wanita Romawi tidak memakai hijab lagi dan
mulai meninggalkan rumahnya, Imperium Romawi mengalami kemunduran
hebat yang mengakibatkan runtuhnya Imperium Romawi yang besar itu.
Sejarah Perkembangan Hijab Menurut Bangsa Arab Jahiliah
Bangsa arab pada zaman Jahiliah telah mengenal hijab.
Mereka menganggapnya sebagai salah satu tradisi persahabatan dan
percintaan. Anak wanita yang sudah mencapai usia masa kawin dan mulai
menampakkan rasanya malunya, maka ia mengenakan hijab sebagai
pertanda ia minta lekas dinikahkan, dan biasanya mereka dalam
memakai hijab tidak hanya terbatas pada wajahnya, kecuali bila sedang
ditimpa musibah. Ada beberapa syair tentang hijab yang ditulis oleh para
penyair Arab di zaman Jahiliah :
Sejak Zubair bin Salma (yang menceritakan keluarga Al- Husain) :
"Aku tidak tahu dan aku mesti akan tahu, Apakah aku sedang berdiri
didepan keluarga Husain atau dihadapan para wanita, Bila
dikatakan para wanita yang bersembunyi, Maka benarlah bahwa wanita yang
melindungi dirinya mendapat ke hormatan."
Sajak Taufail bin Auf-Ghanawi: "Dengan penutup muka tidak akan mengurangi kehormatannya kemuliaannya tetap terjaga, dan kecantikannya dapat di nikmati bila telah tiba saatnya."
Hijab memiliki berbagai macam bentuk (baca: pengertian hijab). Diantara bentuk tersebut adalah cadar. Sajak Taubah bin Al-Humair (buat kekasihnya, Laila Al-Akhliyah) "Manakala aku mendatangi Laila yang sedang bercadar, Aku ragu akan dia karena cadar yang di pergunakan".
Bentuk hijab lain adalah kerudung (an-niqab). Penyair mengatakan "Kalau kerudung di kharamkan penggunaannya untuk wanita. Maka tidak di ragukan lagi mereka akan berubah menjadi jelek. Bentuk hijab lain adalah sejenis kerudung (al-khimar). Sajak An-Nabigyani : "Kerudung terjatuh padahal tidak hendak menjatuhkannya, Dengan sigap ia menyambarnya dengan tangan, Di remang cahaya, seakan jemarinya meraih kelembutan."
Makna hijab lebih luas dari yang tersebut diatas. Ia mencangkup kamar pribadi wanita, yang dalam bahasa arab disebut dengan al-khaba’ dan al-khudr. Dua kata itulah yang sering di pakai oleh para penyair karena mengandung muatan makna keagungan, kesucian, dan keluhuran. Sebab makna kata tersebut setara dengan tempat tinggal dan perlindungan wanita yang tidak mungkin terjamah oleh lelaki asing. Umru’ul Qays pernah mengungkapkan khaba’ kekasihya, Unaizah, sebagai berikut: "Putih kamar pribadi wanita tidak meragukan, Diriku meras puas mencandainya di bilik itu tanpa gusar.
Ada bentuk hijab yang lain seperti: sarung, selimut baju besi dan jilbab, serta sekedup yang dipakai untuk membawa wanita yang diletakkan diatas punggung unta.
Sajak Taufail bin Auf-Ghanawi: "Dengan penutup muka tidak akan mengurangi kehormatannya kemuliaannya tetap terjaga, dan kecantikannya dapat di nikmati bila telah tiba saatnya."
Hijab memiliki berbagai macam bentuk (baca: pengertian hijab). Diantara bentuk tersebut adalah cadar. Sajak Taubah bin Al-Humair (buat kekasihnya, Laila Al-Akhliyah) "Manakala aku mendatangi Laila yang sedang bercadar, Aku ragu akan dia karena cadar yang di pergunakan".
Bentuk hijab lain adalah kerudung (an-niqab). Penyair mengatakan "Kalau kerudung di kharamkan penggunaannya untuk wanita. Maka tidak di ragukan lagi mereka akan berubah menjadi jelek. Bentuk hijab lain adalah sejenis kerudung (al-khimar). Sajak An-Nabigyani : "Kerudung terjatuh padahal tidak hendak menjatuhkannya, Dengan sigap ia menyambarnya dengan tangan, Di remang cahaya, seakan jemarinya meraih kelembutan."
Makna hijab lebih luas dari yang tersebut diatas. Ia mencangkup kamar pribadi wanita, yang dalam bahasa arab disebut dengan al-khaba’ dan al-khudr. Dua kata itulah yang sering di pakai oleh para penyair karena mengandung muatan makna keagungan, kesucian, dan keluhuran. Sebab makna kata tersebut setara dengan tempat tinggal dan perlindungan wanita yang tidak mungkin terjamah oleh lelaki asing. Umru’ul Qays pernah mengungkapkan khaba’ kekasihya, Unaizah, sebagai berikut: "Putih kamar pribadi wanita tidak meragukan, Diriku meras puas mencandainya di bilik itu tanpa gusar.
Ada bentuk hijab yang lain seperti: sarung, selimut baju besi dan jilbab, serta sekedup yang dipakai untuk membawa wanita yang diletakkan diatas punggung unta.
Sejarah Perkembangan Hijab Pada Masa Islam
Konsep hijab sebenarnya bukanlah milik Islam, jauh sebelum zaman Nabi saw, tradisi berkerudung sudah ada dan menjadi tradisi berbusana santun di kalangan perempuan-perempuan yang hidup jauh sebelum kelahiran Nabi saw.
Tradisi penggunaan hijab dalam Islam berbeda dengan tradisi Yahudu dan Nasrani. Dalam Islam, tradisi penggunaan hijab tidak ada keterkaitan sama sekali dengan kutukan atau menstruasi. Dalam Islam, hijab dan menstruasi pada perempuan mempunyai konteksnya sendiri. Penggunaan hijab lebih dekat pada etika dan estetika dari pada kepersoalan substansi ajaran. Perintah penggunaan hijab dalam Islam di dasarkan pada dua ayat dalam Al-Qur’an yaitu QS. Al-Ahzab/33:59 dan QS.An Nur/24:31.
Kedua ayat di atas turun setelah peristiwa fitnah keji terhadap Aisyah yang di lakukan oleh Abdullah Ibn Saba’ dan teman-temannya dari kaum munafik Madinah. Peristiwa terhadap Siti Aisyah ini disebut peristiwa Al-Ifk. Peristiwa ini sangat menghebohkan, sehingga untuk mengakhiri harus di tegaskan dengan diturunkannya lima ayat yaitu (QS.An-Nur/24:11-15) khusus untuk membersihkan nama baik Aisyah.
Sejak peristiwa tersebut, turun ayat lain yang cenderung membatasi ruang gerak keluarga Nabi, khususnya dalam dua ayat di atas. Ayat ini turun (QS. Al-Ahzab/59 dan QS. An-Nur/31), karena masyarakat Madinah ketika itu berada dalam keadaan tidak tentram, yaitu situasi perang yang beruntun dan berkepanjangan. Ketika itu kaum bangsawan mangenakan jilbab. Kaum ini hampir tidak pernah mendapatkan pelecehan seksual dari laki-laki nakal. Sehingga untuk melindungi masyarakat muslim di perintahkanlah untuk memakai jilbab.
Seiring dengan perkembangan zaman, di Indonesia dikenal dengan pakaian penutup kepala yang lebih umum di sebut kerudung, tetapi tahun 1980 an lebih populer dengan jilbab. Jilbab pada masa Nabi Muhammad saw ialah pakaian luar yang menutupi segenap anggota badan dari kepala hingga kaki perempuan dewasa.
Di beberapa negara Islam pakaian sejenis jilbab dikenal dengan beberapa istilah, seperti cadar di Iran, pardeh di India dan Palestina, milayat di libya, abayadi di Irak, charshaf di Turki, hijab di beberapa negara Afrika seperti Mesir, sudan, Yaman. Pergeseran makna hijab dari semula tabir berubah makna menjadi pakaian penutup aurat perempuan pada abad 4 H.
Beryi Causai Syamwil, yang termasuk generasi awal pemakaian jilbab di Indonesia. Dia menunjukan selendang tipis yang di kenakan perempuan Indonesia untuk menutupi sebagian rambutnya sebagai bukti dan proses menuju penggunaan jilbab. Selain itu Beryi juga menunjukan proses baju bodo, busana baju bugis yang pada awalnya hanya berupa selembar sutera halus yang tembus pandang, namun kemudian menjadi tujuh lapis ketika Islam masuk.klik disini http://www.tongkronganislami.net/2015/10/sejarah-perkembangan-hijab.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar